Rabu, 19 September 2018

Paham Sekulerisme yang Sesat dan Menyesatkan

Salah satu ajaran modern yang sudah jelas bukan berasal dari Islam ialah Sekulerisme
Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dariagama atau kepercayaan. Menurut para pendukungnya, sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak meng-anak-emas-kan sebuah agama tertentu. (Wikipedia)
Sekularisme juga merujuk kepada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan. (Wikipedia)
Barry Kosmin dari Institut Pengkajian sekularisme di dalam Masyarakat dan Budaya membagi sekularisme mutakhir menjadi dua jenis, hard secularism dan soft secularism. Menurutnya, “hard secularism menganggap pernyataan keagamaan tidak mempunyai legitimasi secara epistemologi dan tidak dijamin baik oleh agama dan pengalaman.” Namun, dalam pandangan soft secularism, “pencapaian kebenaran mutlak adalah mustahil dan oleh karena itu, toleransi dan skeptisisme harus menjadi prinsip dan nilai yang dijunjung dalam diskusi antara ilmu pengetahuan dan agama.” (Wikipedia)
Dengan kata lain, hs bermaksud menyingkirkan sama sekali kehadiran agama dalam kehidupan sedangkan ss masih memberikan ruang bagi kehadiran agama, hanya saja menuntut keraguan setiap penganut agama terhadap seluruh agama, termasuk agamanya sendiri.
Berdasarkan ide-ide di atas, berarti ideologi sekularisme merupakan faham yang pada akhirnya “menuntut setiap orang untuk menghilangkan keyakinannya akan adanya kebenaran mutlak”. Sebab, jangankan hard secularism, bahkan soft secularism saja berpandangan bahwa “pencapaian kebenaran mutlak adalah mustahil”.
Dan jika kita perhatikan kondisi masyarakat dunia modern dewasa ini, kian hari kita temukan semakin banyaknya orang yang kian skeptis (ragu) terhadap keyakinan dan agamanya sebagai sumber kebenaran mutlak. Jika hal ini terjadi di kalangan selain kaum muslimin sungguh kita dapat memakluminya. Sebab sumber ajaran mereka atau kitab suci mereka telah mengalami banyak distorsi (penyimpangan) disebabkan perubahan isinya oleh para pemuka agama mereka sendiri seiring dengan berlalunya masa yang panjang sejak awal mula diajarkan oleh Nabi atau pembawa ajaran pertama agama mereka masing-masing. Ini tidak saja menimpa berbagai ajaran agama-agama ardhi(bumi), tetapi juga dialami oleh penganut agama samawi (langit), dalam hal ini agama yahudi dan nasrani. Kitab Taurat dan Injil yang ditemukan sekarang jelas telah mengalami perubahan atau lebih tepatnya penyimpangan disebabkan ulah tangan-tangan para Rabbi dan Rahib (pendeta/pastor) kaum yahudi dan nasrani. Sehingga Allah سبحانه و تعالى berfirman:
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلا قَلِيلا مِنْهُمْ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat).”(QS Al-Maidah [5] : 13)
Ayat di atas berbicara mengenai Bani Israil, khususnya para pemuka agama mereka yang biasa merubah isi Al-Kitab (baik Taurat maupun Injil) alias “merubah perkataan Allah”.
Sekali lagi, kita tentu dapat memaklumi bilamana faham sekularisme dengan mudah dapat diterapkan di berbagai kalangan masyarakat non-muslim atau kaum kafir. Sebab mereka sendiri telah kehilangan kepercayaan terhadap kebenaran mutlak yang dikandung di dalam ajaran agama mereka yang realitasnya telah mengalami penyimpangan tersebut. Namun yang mengherankan ialah ditemukannya kenyataan bahwa di kalangan masyarakat berpenduduk mayoritas muslimpun dewasa ini faham sekularisme —baik sadar ataupun tidak, baik diakui ataupun tidak— telah diterima dan diterapkan. Mengapa? Karena tidak sedikit muslim yang ‘termakan’ dengan gagasan bahwa sesungguhnya tidak ada kebenaran mutlak. Yang ada hanyalah ‘kebenaran relatif’ berdasarkan agama dan keyakinan masing-masing. Dan jika demikian keadaannya, berarti mereka yang termakan faham ini sama saja mengakui bahwa sikap skeptisisme (selalu meragukan) perlu dikembangkan.
Padahal bagi seorang muslim, samasekali tidak ada perlunya ia mengembangkan skeptisisme (selalu meragukan) akan kebenaran mutlak agamanya sendiri. Karena Allah سبحانه و تعالى telah menjamin kalau ajaran agamaNya bakal dipelihara keasliannya. Islam merupakan ajaran paripurna dan final. Ia datang dibawa oleh Nabi terakhir —Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم—alias Nabi Akhir Zaman dengan maksud agar menjadi Rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi semesta alam). Kitab Suci Al-Qur’an merupakan satu-satunya Kitabullah yang diwahyukan dengan jaminan keterpeliharaannya hingga hari Kiamat.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al-Hijr [15] : 9)
Sepanjang sejarah sudah berkali-kali musuh-musuh Islam berusaha memalsukan Al-Qur’an, namun berkali-kali pula Allah سبحانه و تعالى membuktikan kebenaran ayatNya di atas. Sehingga segera terbongkar ketidak-aslian berbagai Al-Qur’an palsu tersebut. Subhaanallah.
Maka berbagai suara yang mengkampanyekan sekularisme dengan aneka alasannya, sesungguhnya hanya ingin memastikan jangan sampai satu-satunya agama yang masih terpelihara keasliannya ini dan masih tersambung dengan Sumber Kebenaran Mutlak satu-satunya ini, berperan dalam kehidupan modern. Dengan kata lain, para pengusung faham sekularisme ingin memastikan jangan sampai Al-Islam menjadi unggul alias mendominasi di dunia. Dan satu-satunya cara untuk mencapai maksud jahat tersebut ialah memastikan agar kaum muslimin setuju dengan sekularisme, baik setuju secara terang-terangan maupun secara tersamar. Oleh karena itu, dalam konteks kenegaraan, sekularisme berperan sebagai berikut:
Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, menggantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang (menurut mereka-penulis) tidak adil dengan dasar agama. Hal ini dikatakan menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas. (Wikipedia)
Berarti ada tiga hal yang ingin dicapai oleh sebuah negara sekuler:
Pertama, pemisahan antara agama dan pemerintahan. Kedua, menggantikan hukum keagamaan (baca: hukum Allah سبحانه و تعالى ) dengan hukum sipil (baca: hukum produk manusia). Dan ketiga, menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas.
Bila demikian adanya, maka sungguh berbahaya ideologi sekularisme ini bagi eksistensi iman di dalam dada kaum muslimin. Bahkan sangat mungkin seorang yang mengaku muslim menjadi terjangkiti virus MTS (murtad tanpa sadar) bilamana ia menerima ajaran sekularisme. Dan bagi seorang mukmin yang faham dan yakin sepenuhnya akan kebenaran agama Allah سبحانه و تعالى adalah suatu perkara yang tidak mungkin jika dirinya diharuskan meragukan kebenaran mutlak yang terkandung di dalam ajaran agama Allah سبحانه و تعالى tersebut. Sebab dia yakin bahwa justeru jaminan perlindungan hak-hak kalangan beragama minoritas (baca: kaum non-muslim) adalah justeru ketika diberlakukannya dan dijunjung tingginya ajaran Yang Maha Mulia Allah سبحانه و تعالى yakni ajaran Al-Islam. Sebab Allah سبحانه و تعالى diyakini oleh seorang muslim-mukmin merupakan Dzat satu-satunya yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Pastilah ajaranNya menjamin perlakuan adil kepada semua manusia di bawah naungan hukum syariatNya. Sebab Dialah Pencipta mereka semua, Pemberi rezeki dan Penguasa alam raya.
Seorang mukmin malah sangat yakin bahwa apapun hasil produk manusia, apalagi produk kalangan non-muslim alias kaum kafir, tidak mungkin bisa menjamin perlakuan adil se-adil-adilnya bagi aneka ragam manusia dengan aneka ragam agama dan keyakinannya. Sebab Allah سبحانه و تعالى Sang Pencipta sendiri yang menjelaskan sifat dasar manusia, yakni jahula (amat bodoh) dan dhzoluma(amat zalim).
إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab [33] : 72)
Bagaimana mungkin makhluk yang bersifat amat bodoh dan amat zalim —kata Allah— kemudian kita yakini sanggup memproduk ideologi atau aturan hidup yang menjamin perlindungan hak-hak manusia tersebut? Bagaimana mungkin makhluk yang amat bodoh dan amat zalim —menurut Allah— kemudian diyakini sanggup merumuskan perangkat hukum dan per-undang-undangan yang menjamin rasa keadilan seluruh jenis manusia yang beraneka ragam tersebut? Sungguh benarlah Allah سبحانه و تعالى ketika menegaskan bahwa pilihan hanya dua dalam hal pemberlakuan hukum di tengah masyarakat: hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum jahiliyah (hukum yang sarat kejahilan/kebodohan). Hukum Allah سبحانه و تعالى merupakan hukum yang bersumber dari langit berupa wahyu Ilahi. Hukum yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى Dzat Yang Maha Tahu lagi Maha Adil. Sedangkan hukum jahiliyah merupakan hukum produk manusia, makhluk yang amat bodoh dan amat zalim!
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah [5] : 50)
Sekularisme ingin memastikan penggantian hukum keagamaan (baca: hukum Allah سبحانه و تعالى ) dengan hukum sipil (baca: hukum produk manusia). Berarti ideologi asing ini ingin memastikan bahwa masyarakat meninggalkan hukum yang bersumber dari langit —yakni hukum Allah سبحانه و تعالى— dan menerima hukum produk manusia alias hukum jahiliyah. Masyarakat ingin diarahkan untuk percaya bahwa produk bikinan manusia lebih unggul, lebih baik bahkan lebih benar daripada produk Allah سبحانه و تعالى . Wa na’udzubillaahi min dzaalika!
Selanjutnya, dikatakan bahwa sekularisme menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas. Apa pesan yang ingin disampaikan di sini? Para pengusung ideologi sekularisme ingin meyakinkan masyarakat modern bahwa hanya demokrasi-lah satu-satunya alat untuk menjamin dan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas (baca: kaum non-muslim). Itu berarti bahwa para pengusung ideologi sekularisme ingin meyakinkan masyarakat dunia bahwa demokrasi —yang merupakan produk manusia— adalah jauh lebih unggul, lebih baik bahkan lebih benar daripada ajaran Dzat Yang Maha Tahu dan Maha Adil-Bijaksana Allah سبحانه و تعالى yakni Al-Islam.
Memangnya selama ribuan tahun semenjak berdirinya pranata sosial-politik pertama ummat Islam di Madinah di bawah pimpinan langsung Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم hak-hak kaum non-muslim tidak terjamin? Subhaanallah! Bahkan semenjak masa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم hingga runtuhnya Khilafah Islam yang terakhir di tahun 1924 (kurang lebih 14 abad!) ummat Islam sudah sangat piawai di dalam menjamin hak-hak kaum non-muslim yang hidup di bawah naungan pranata sosial-politik Islam. Dan banyak bukti sejarah menjadi saksi bagaimana kaum non-muslim alias kaum kafir dzimmi merasakan jaminan kebebasan beribadah dan beragama di tengah masyarakat muslim.
Sudah tiba masanya bagi ummat Islam untuk menyadari bahwa sekularisme dan segenap sistem pendukungnya merupakan alat fihak barat non-muslim alias kaum kuffar untuk menjauhkan ummat Islam dari penerapan keseluruhan agama mereka —yaitu Islam— dalam segenap aspek kehidupannya di dunia. Bahkan ia merupakan alat mereka untuk menjauhkan ummat Islam dari penghambaan secara total kepada Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya, yaitu Allah سبحانه و تعالى . Sungguh, bila keadaan ini tidak disadari, diubah dan dibenahi, niscaya apa yang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم peringatkan lima belas abad yang lalu justeru semakin terbukti di zaman kita sekarang ini. Selama ini sudah berjalan, tetapi jika dibiarkan maka perjalanannya akan kian pasti. Yaitu pasti memasuki lubang biawak!
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka.” (HR. Muslim No. 4822)

sumber: https://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/islam-versus-sekularisme.htm

Ternyata Paham Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme Itu Saling Terkait


 Apa sih sekulerisme, pluralisme dan Liberalisme itu?

Ini penting untuk diketahui. Kalau kita bahas ini, maka biasanya ada banyak sekali yang pro dan kontra. Kami concern dengan hal ini, jika setelah membaca tulisan ini teman teman punya persepsi sendiri. Silahkan. Maksud dari tulisan ini adalah Agar kita lebih paham atau mengerti dan menyadari sepenuhnya. Umat Islam Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada “perang non-fisik” yang disebut ghazwul fikr (perang pemikiran). Perlu diketahui bahwa tulisan ini bukan dari kalangan ekstrimis. Tetapi karena islam memang sudah KEREN dari dulu, tanpa harus ada embel embel apapun.

Nah, Siap ! Oke mulai..

Pahami dulu maknanya ya.

1.Sekularisme. Sekulerisme  dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan atau negara harus berdiri terpisah dari agama. Jadi mudahnya Sekularisme adalah pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama itu hanya urusan ibadah saja, terkait dengan bagaimana beribadah kepada sang Pencipta. Sementara untuk urusan kehidupan, maka agama tidak boleh ikut campur.

Sekularisme secara sederhana juga dapat didefinisikan sebagai doktrin yang menolak campur tangan nilai-nilai keagamaan dalam urusan manusia, singkatnya urusan manusia harus bebas dari agama atau dengan kata lain agama tidak boleh meng intervensi urusan manusia. Segala tata-cara kehidupan antar kenapa harus disatukan?

Sebagai orang Islam seharusnya kita mengerti bahwa sesuai dgn firman Allah SWT yang artinya :

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata “Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam”“… (QS. 5:17)

Atau, mau menyalahkan Firman ini?

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. 3:19)

Gak kan. Yang harus diingat di dalam benak dan pikiran kita adalah Allah “memberitahukan” kepada manusia melalui nabi dan rasul secara bergantian tidak bersamaan !

Maksudnya apa?

Maksudnya adalah Nabi yang kemudian bertugas “memperbaiki” kemudian tiap tiap yang memperbaiki, pasti kitab kitabnya “dirusak”, “diubah”, atau ”dilempar” oleh manusia. Maka terjadilah distorsi pemikiran.

Sampai Allah telah menetapkan yang “terakhir” dan akan menjaganya sampai akhir zaman. Gak ada yang terdistorsi dan rusak. Apalagi diubah.

Jadi urgensi diutusnya Nabi Muhammad dengan Islam adalah karena umat manusia sebelumnya telah merusak atau mengubah atau melempar ajaran/kitab dari nabi sebelum Nabi Muhammad.

Kalo sekedar toleransi beragama, kita tidak perlu menerima paham pluralisme cukup dengan berpegangan pada kode etik dengan non muslim.Tenang aja, Toleransi yang ada pada Qur’an jauh lebih keren kok.

Ingat ! Pluralisme agama yang saya tulis disini bukan dimaknai dengan adanya toleransi kemajemukan agama, tetapi menyamakan semua agama.



3. Sekarang Liberalisme. Sebenarnya ada banyak macam Liberalisme, ada ekonomi Liberal, politik Liberal, demokrasi Liberal, Kristen Liberal, Islam Liberal dan lain sebagainya, yang akan kita coba tarik defenisinya adalah Islam Liberal. Karena ada kata kata Islam nya maka kita patut ketahui. Karena Islam adalah agama kita.

Islam artinya tunduk patuh atau pasrah dan Liberal artinya bebas, jadi Islam liberal adalah tunduk patuh tapi bebas. Sesungguhnya istilah Islam liberal adalah istilah yang kontradiktif, make sense gak ya, masa tunduk patuh bisa bebas. Jadi kalau ada orang mengatakan “saya adalah penganut Islam Liberal” adalah pengakuan yang keliru lagi keblinger walaupun dia seorang profesor-doktor, mungkin saja pengakuannya supaya terkesan keren, atau mungkin untuk menipu umat Islam dengan istilah-istilah yang keren, Allah SWT berfirman yang artinya :

“sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. 6:112)

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar”. (QS. 2:9)

Namun yang dimaksud Islam Liberal dalam praktek adalah kebebasan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam agar Islam compatible dengan modernitas, compatible dengan perkembangan zaman. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan penafsiran ulang atas al-Qur”an, tidak boleh mengikuti metode tafsir ulama-ulama terdahulu, menafsirkan al-Qur”an harus dengan cara kontemporer atau modern, bahkan harus membuang jauh-jauh sunnah Rasulullah saw dan menghujat ulama-ulama besar seperti Imam Syafi”i.

Banyak sekali yang akan dirombak ulang oleh Islam Liberal antara lain menghalalkan khamr dan masih banyak lagi hukum-hukum yang akan dirombak semuanya agar Islam dapat mengikuti dan sesuai dengan perkembangan zaman. Secara  umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia. Padahal gak usah dirombak rombak Islam juga sudah Keren. Jadi gak perlu di rombak rombak dengan penyesuaian Zaman.

Sebenarnya Isme isme ini saling terkait. Nih ya…

Pluralisme tidak akan berkembang tanpa adanya Liberalisme dalam agama, karena banyak sekali paham-paham Pluralisme yang me-nyimpang dari nash agama, untuk itu agama perlu ditafsir ulang secara bebas tidak terikat oleh pemahaman ulama-ulama terdahulu.

Liberalisme tidak akan tumbuh bebas dan subur bila sebuah negara tidak Sekular, karena sifat destruktif atau penghancur dari Liberalisme terhadap ajaran agama akan terlindungi oleh pemerintahan yang Sekular.

Sementara itu, negara Sekular sangat memerlukan warga negara yang Pluralis, karena negara akan benar-benar steril dari campur tangan ajaran agama, pasalnya warga negara yang Pluralis tidak akan lagi berdakwah untuk mengembangkan agamnya, karena dipikirnya untuk apa berdakwah bila seseorang beragama apapun sudah terjamin masuk surga.



Begitu juga negara Sekular akan sangat diuntungkan oleh warganya yang Liberalis dalam bergama, karena banyak sekali nash-nash agama yang menyatakan Sekularisme adalah penghancur agama. Dengan adanya Liberalisme agama, nash-nash tersebut akan berubah makna dengan sendirinya sehingga seakan-akan Sekularisme adalah ajaran agama.

Itulah hubungan keterkaitan antara ketiga isme tersebut, bahkan penganut Sekularisme akan dengan mudah masuk menjadi penganut Pluralisme atau Liberalisme, bahkan satu orang bisa mendapatkan gelar sebagai pejuang Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme.

Bahkan para penganjur prularisme, liberalisme dan sekularisme dalam agama juga telah bertindak terlalu jauh dengan menganggap bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an (Kitab Suci Umat Islam yang dijamin keotentikannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) sudah tidak relevan lagi, seperti contohnya yaitu larangan menikah beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan laki-laki non-Islam sudah tidak relevan lagi (Kompas, 18/11/2002).

Kaum ini juga menganggap bahwa al- Qur’an itu bukanlah firman Allah tetapi hanya merupakan teks biasa seperti halnya teks-teks lainnya, bahkan dianggap sebagai angan-angan teologis (al-khayal al-dini). Misalnya, seperti yang dikemukakan oleh aktifis Islam liberal dalam website mereka yang berbunyi: ”Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa al- Qur’an dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafzhan) maupun maknanya (ma’nan). Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.” (Website Islam Liberal dan Kami mendapatkan info ini dari Surat keluaran MUI yang mengharamkan paham sekuler, Liberal dan Pluralisme yang telah disebarluaskan dan sangat otentik).

Lalu kita musti gimana nih? Nah, Islam memerintahkan setiap muslim untuk berpegang teguh kepada hukum syara. Al Qur’an memerintahkan agar manusia berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah SWT dan hukum-hukum Allah SWT di akhir jaman adalah risalah yang dibawa Rasulullah Saw, yaitu Al Qur’an dan Sunnah (Al Maidah: 48-49).

Dengan demikian sikap kita seharusnya terhadap ketiga paham itu adalah sebagai berikut:

Pahami dulu kalo ternyata Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan
Biasanya mereka menggunakan bahasa yang terasa “maka sense” di akal kita. Bukankah ada Hadits nya kalau kita harus ber hati hati. Jika ‘Make sense’ dengan akal sehat belum tentu benar dimata Allah. Oleh karenanya kita diharuskan bertanya kepada yang lebih ahli. Dan Gak usah keren keren an dgn di modernisasi segala. Islam itu dasarnya sudah KEREN, gak perlu kayak gini gini lagi.
Hukum Islam itu untuk membantu kita menuju Kemenangan.
Sudah gak usah dipikir lagi, Balik aja deh ke Allah Swt. Kembali ke pedoman hidup kita Al Qur’an dan Hadits.
Terus, kita kan tinggal di negara sekuler? Ya sudah jalanin saja. Yang pasti kita mengerti dan mengambil sikap saja. Sikap pada diri sendiri, tidak perlu dengan kekerasan atau apapun itu. Ini ghazwul fikr (perang pemikiran).
Oh iya hampir terlupa, Munas VII Majelis Ulama Indonesia merasa perlu merespon usul para ulama dari berbagai daerah agar MUI mengeluarkan fatwa tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekulraisme agama sebagai tuntunan dan bimbingan kepada umat untuk tidak mengikuti paham-paham tersebut. Dan telah dikeluarkan atau diterbitkannya fatwa ini. Sebagai pelengkap kami juga akan menulis mengenai toleransi dalam hukum Islam nantinya.

Nah, begitulah teman teman. Kembali harus kami ulangi ya. Jika ada yang masih memiliki pemikiran sendiri. Silahkan. Maksud dari tulisan ini adalah Agar kita lebih paham atau mengerti dan menyadari sepenuhnya.

Sumber dari IslamDiaries

Pustaka buku:

Zionisme – Gerakan Menaklukan dunia, Alm Z A Maulani (mantan kabakin era Habibi)
2. Ancaman Global freemasonry, Harun Yahya
3. Dajjal dan simbol setan , Toto Tasmara
4. Freemansory di asia tenggara , Abdullah Pattani
5. Mimpi Buruk Kemanusiaan: Sisi-sisi Gelap Zionisme / Ralph Schoenman
6. Menguak tabir pemikiran politik founding father, Drs Muhammad Thalib & Irfan S. Awwas
7. Suka Duka Gerakan Islam Dunia Arab, Maryam Jameelah
Sumber :http://www.muslimdaily.net/artikel/ringan/4930/ide-sesat-sekularismepluralisme-dan-liberalismehttp://riolawe.multiply.com/journal/item/144
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/sekularisme-pluralisme-dan-liberalisme/
IslamLiberal 101 penulis: @malakmalakmal

Senin, 17 September 2018

Apa itu puasa Tasu'a ( yang jatuh pada Rabu, 19 september 2018 )


Tasu’a adalah tanggal 9 Muharram. Dinamakan demikian, diturunkan dari kata tis’ah [Arab: تسعة] yang artinya sembilan.

Pada tanggal 9 Muharram ini kita dianjurkan puasa, mengiringi puasa Asyura di tanggal 10 Muharram besok harinya. Agar puasa kita tidak menyamai puasa yang dilakukan Yahudi, yaitu pada tanggal 10 Muharram saja.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura dan beliau perintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang melaporkan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).”

Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).

Dari riwayat di atas, bisa kita ambil pelejaran,

Pertama, tujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Tasu’a adalah untuk menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang Yahudi. Karena beliau sangat antusias untuk memboikot semua perilaku mereka.

Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempat melaksanakan puasa itu. Namun sudah beliau rencanakan. Sebagian ulama menyebut ibadah semacam ini dengan istilah sunah hammiyah (sunah yang baru dicita-citakan, namun belum terealisasikan sampai beliau meninggal).

Ketiga, fungsi puasa tasu’a adalah mengiringi puasa asyura. Sehingga tidak tepat jika ada seorang muslim yang hanya berpuasa tasu’a saja. Tapi harus digabung dengan asyura di tanggal 10 besoknya.

Dalam Fatwa Islam (no. 21785) dinyatakan:

قال الشافعي وأصحابه وأحمد وإسحاق وآخرون : يستحب صوم التاسع والعاشر جميعا ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم صام العاشر , ونوى صيام التاسع .

Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan: Dianjurkan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh (Muharam) secara berurutan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan puasa di tanggal 10 dan beliau telah meniatkan puasa tanggal 9 (Muharram).

An-Nawawi mengumpulkan beberapa penjelasan tentang hikmah dianjurkannya puasa tasu’a,
Para ulama dikalangan madzhab kami dan madzhab lainnya menyebutkan beberapa hikmah dianjurkannya puasa tasu’a:

Tujuan puasa Tasu’a ini adalah menyelisihi orang yang yahudi, yang hanya melaksanakan puasa di tanggal 10 saja. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Tujuan puasa Tasu’a adalah untuk mengiringi puasa hari asyura dengan puasa di hari sebelumnya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa di hari jumat saja.
Sebagai sikap kehati-hatian dalam menentukan kapan puasa asyura, karena ketidak jelasan munculnya hilal dan kemungkinan adanya kesalahan dalam penentuan hilal Muharam. Sehingga bisa jadi tanggal 9 dalam perhitungan manusia, sejatinya merupakan tanggal 10 Muharam yang sebenarnya.
[Al-Majmu’ Syahr Muhadzab, 6/383]

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com

Puasa Asyuro menghapus dosa satu tahun ( Jatuh pada kamis 20 September 2018 )


Keutamaan Puasa Asyura


Apa saja keutamaan puasa Asyura? Puasa Asyura ini dilakukan pada hari kesepuluh dari bulan Muharram dan lebih baik jika ditambahkan pada hari kesembilan.

Berikut beberapa keutamaan puasa Asyura yang semestinya kita tahu sehingga semangat melakukan puasa tersebut.

1- Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2: 532. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50.

Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.

2- Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu

Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Kata Imam Nawawi rahimahullah, yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah dosa kecil sebagaimana beliau penerangkan masalah pengampunan dosa ini dalam pembahasan wudhu. Namun diharapkan dosa besar pun bisa diperingan dengan amalan tersebut. Jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat seseorang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 46.

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat secara mutlak setiap dosa bisa terhapus dengan amalan seperti puasa Asyura. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 487-501

3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.

TAHUN INI (1436 H), TANGGAL 9 DAN 10 MUHARRAM JATUH PADA HARI AHAD DAN SENIN (2 DAN 3 NOVEMBER 2014). SEMOGA KITA BISA MENJALANINYA DAN JANGAN LUPA SAMPAIKAN PADA ISTRI, ANAK, KERABAT DAN REKAN-REKAN MUSLIM LAINNYA.

Hanya Allah yang memberi taufik untuk beramal shalih.

Referensi:

Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

Majmu’ Al Fatawa, Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim (Ibnu Taimiyah), terbitan Darul Wafa dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Al Hafizh Abu ‘Ulaa Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri, terbitan Darus Salam, cetakan pertama, tahun 1432 H.