Santri Dayah.Com, Banda Aceh- Pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan contoh bagi Indonesia. Jika gagal di Aceh, maka akan menjadi preseden buruk bagi daerah lain yang menginginkan pemberlakuan syariat Islam. Sebaliknya, jika syariat Islam berjalan dengan baik di Aceh, maka provinsi lain akan meniru langkah Aceh dalam tegaknya syariat Islam.
Demikian, antara lain, penegasan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI), Habib Rizieq dalam Seminar Syariat Islam Penyelamat Umat Dunia Akhirat di Asrama Haji Banda Aceh, Minggu (21/4). Narasumber lain yang berbicara di depan ratusan kader FPI se-Aceh adalah Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Bina Hukum, Dr Munawar Djalil MA.
Habib Rizieq bicara berapi-api dalam pertemuan sekitar tiga jam itu. Ia menyampaikan materi terkait UUD 1945, konstitusi negara yang membolehkan syariat Islam berlaku di Indonesia. Ia ingin syariat Islam bukan hanya untuk Aceh saja, tetapi berlaku pula untuk provinsi lain di Indonesia. Pemberlakuan syariat Islam tidak akan mengganggu hak nonmuslim.
Saat ia katakan bahwa Aceh harus bersyariat Islam serta menjadi contoh bagi daerah lain, suara teriakan Allahu akbar dari peserta seminar di dalam ruangan asrama haji. Menurut Habib Rizieq, di Indonesia hukum pidana Islam belum berjalan, karena di Jakarta pemerintahnya belum bersyariat.
Oleh karena itu, pilih pemimpin atau anggota legislatif orang yang prosyariat Islam. “Kalau pemerintah dan legislatifnya orang yang pro syariat, maka insya Allah, syariat Islam akan menjadi landasan utama di Indonesia,” ujar Habib.
Aceh, kata Habib Rizieq barlabel Serambi Mekkah dan tempat Islam pertama datang. Mestinya Aceh menjadi imam dan lokomotif untuk mengajak provinsi lain menerapkan syariat Islam. “Kenapa pelaksanaan syariat Islam di Aceh penting, karena ini menjadi contoh di tingkat nasional. Kalau gagal, maka menjadi modal bagi kelompok antisyariat Islam untuk mengatakan pada daerah lain tak perlu minta syariat Islam. “Saya ajak seluruh konponen di Aceh jangan tinggalkan DSI untuk penerapan syariat Islam. Penerapan syariat Islam wajib berhasil,” katanya.
Menurut Habib, alasan yang sering dilontarkan bahwa syariat Islam melanggar HAM, tidak mendasar. Dalam konstitusi NKRI penerapan syariat Islam adalah konstitusional. “Syariat Islam harus berlaku di seluruh Indonesia untuk menuju NKRI bersyariat,” ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Bina Hukum DSI Aceh, Dr Munawar Djalil memaparkan realitas penerapan syariat Islam di Aceh.
DSI, menurutnya, sudah membuat berbagai regulasi agar syariat Islam bisa berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, kalau implementasinya berjalan lamban maka DSI yang disalahkan. Padahal, penerapan syariat Islam menjadi tanggung jawab bersama.
Realitas lainm, ujar Munawar, pelaksanaan syariat Islam di Aceh banyak tantangan dari masyarakat Aceh sendiri dan pihak luar terutama opini sisi buruk syariat Islam. Ancaman syariat Islam yang disuarakan oleh kelompok antisyariat, antara lain, syariat Islam tidak relevan dengan kondisi zaman, tidak manusiawi, fan melahirkan masyarakat tanpa dosa dan syariat Islam mengancam integrasi nasional.
“Syariat Islam tidak mengedepankan sanksi dan tidak mengancam integrasi nasional,” ujar Munawar. Habib Rizieq berada di Aceh selama dua hari. Pada Minggu (21/4) malam ia mengisi tablig akbar di Dayah Tgk Chik di Leupung, Desa Ateuk Lam Ura, Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar, dan pada tanggal 22 April 2013 mengisi tablig akbar di Bireuen. [Photo Yuswardi/ Serambi Indonesia]
Demikian, antara lain, penegasan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI), Habib Rizieq dalam Seminar Syariat Islam Penyelamat Umat Dunia Akhirat di Asrama Haji Banda Aceh, Minggu (21/4). Narasumber lain yang berbicara di depan ratusan kader FPI se-Aceh adalah Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Bina Hukum, Dr Munawar Djalil MA.
Habib Rizieq bicara berapi-api dalam pertemuan sekitar tiga jam itu. Ia menyampaikan materi terkait UUD 1945, konstitusi negara yang membolehkan syariat Islam berlaku di Indonesia. Ia ingin syariat Islam bukan hanya untuk Aceh saja, tetapi berlaku pula untuk provinsi lain di Indonesia. Pemberlakuan syariat Islam tidak akan mengganggu hak nonmuslim.
Saat ia katakan bahwa Aceh harus bersyariat Islam serta menjadi contoh bagi daerah lain, suara teriakan Allahu akbar dari peserta seminar di dalam ruangan asrama haji. Menurut Habib Rizieq, di Indonesia hukum pidana Islam belum berjalan, karena di Jakarta pemerintahnya belum bersyariat.
Oleh karena itu, pilih pemimpin atau anggota legislatif orang yang prosyariat Islam. “Kalau pemerintah dan legislatifnya orang yang pro syariat, maka insya Allah, syariat Islam akan menjadi landasan utama di Indonesia,” ujar Habib.
Aceh, kata Habib Rizieq barlabel Serambi Mekkah dan tempat Islam pertama datang. Mestinya Aceh menjadi imam dan lokomotif untuk mengajak provinsi lain menerapkan syariat Islam. “Kenapa pelaksanaan syariat Islam di Aceh penting, karena ini menjadi contoh di tingkat nasional. Kalau gagal, maka menjadi modal bagi kelompok antisyariat Islam untuk mengatakan pada daerah lain tak perlu minta syariat Islam. “Saya ajak seluruh konponen di Aceh jangan tinggalkan DSI untuk penerapan syariat Islam. Penerapan syariat Islam wajib berhasil,” katanya.
Menurut Habib, alasan yang sering dilontarkan bahwa syariat Islam melanggar HAM, tidak mendasar. Dalam konstitusi NKRI penerapan syariat Islam adalah konstitusional. “Syariat Islam harus berlaku di seluruh Indonesia untuk menuju NKRI bersyariat,” ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Bina Hukum DSI Aceh, Dr Munawar Djalil memaparkan realitas penerapan syariat Islam di Aceh.
DSI, menurutnya, sudah membuat berbagai regulasi agar syariat Islam bisa berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, kalau implementasinya berjalan lamban maka DSI yang disalahkan. Padahal, penerapan syariat Islam menjadi tanggung jawab bersama.
Realitas lainm, ujar Munawar, pelaksanaan syariat Islam di Aceh banyak tantangan dari masyarakat Aceh sendiri dan pihak luar terutama opini sisi buruk syariat Islam. Ancaman syariat Islam yang disuarakan oleh kelompok antisyariat, antara lain, syariat Islam tidak relevan dengan kondisi zaman, tidak manusiawi, fan melahirkan masyarakat tanpa dosa dan syariat Islam mengancam integrasi nasional.
“Syariat Islam tidak mengedepankan sanksi dan tidak mengancam integrasi nasional,” ujar Munawar. Habib Rizieq berada di Aceh selama dua hari. Pada Minggu (21/4) malam ia mengisi tablig akbar di Dayah Tgk Chik di Leupung, Desa Ateuk Lam Ura, Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar, dan pada tanggal 22 April 2013 mengisi tablig akbar di Bireuen. [Photo Yuswardi/ Serambi Indonesia]