Minggu, 21 Juli 2013

Habib Rizieq: Syariat Islam Aceh Harus Bisa Jadi Contoh Bagi Indonesia

Santri Dayah.Com, Banda Aceh- Pemberlakuan syariat Islam di Aceh merupakan contoh bagi Indonesia. Jika gagal di Aceh, maka akan menjadi preseden buruk bagi daerah lain yang menginginkan pemberlakuan syariat Islam. Sebaliknya, jika syariat Islam berjalan dengan baik di Aceh, maka provinsi lain akan meniru langkah Aceh dalam tegaknya syariat Islam.

Demikian, antara lain, penegasan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI), Habib Rizieq dalam Seminar Syariat Islam Penyelamat Umat Dunia Akhirat di Asrama Haji Banda Aceh, Minggu (21/4). Narasumber lain yang berbicara di depan ratusan kader FPI se-Aceh adalah Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Bina Hukum, Dr Munawar Djalil MA.

Habib Rizieq bicara berapi-api dalam pertemuan sekitar tiga jam itu. Ia menyampaikan materi terkait UUD 1945, konstitusi negara yang membolehkan syariat Islam berlaku di Indonesia. Ia ingin syariat Islam bukan hanya untuk Aceh saja, tetapi berlaku pula untuk provinsi lain di Indonesia. Pemberlakuan syariat Islam tidak akan mengganggu hak nonmuslim.

Saat ia katakan bahwa Aceh harus bersyariat Islam serta menjadi contoh bagi daerah lain, suara teriakan Allahu akbar dari peserta seminar di dalam ruangan asrama haji. Menurut Habib Rizieq, di Indonesia hukum pidana Islam belum berjalan, karena di Jakarta pemerintahnya belum bersyariat.

Oleh karena itu, pilih pemimpin atau anggota legislatif orang yang prosyariat Islam. “Kalau pemerintah dan legislatifnya orang yang pro syariat, maka insya Allah, syariat Islam akan menjadi landasan utama di Indonesia,” ujar Habib.

Aceh, kata Habib Rizieq barlabel Serambi Mekkah dan tempat Islam pertama datang. Mestinya Aceh menjadi imam dan lokomotif untuk mengajak provinsi lain menerapkan syariat Islam. “Kenapa pelaksanaan syariat Islam di Aceh penting, karena ini menjadi contoh di tingkat nasional. Kalau gagal, maka menjadi modal bagi kelompok antisyariat Islam untuk mengatakan pada daerah lain tak perlu minta syariat Islam. “Saya ajak seluruh konponen di Aceh jangan tinggalkan DSI untuk penerapan syariat Islam. Penerapan syariat Islam wajib berhasil,” katanya.

Menurut Habib, alasan yang sering dilontarkan bahwa syariat Islam melanggar HAM, tidak mendasar. Dalam konstitusi NKRI penerapan syariat Islam adalah konstitusional. “Syariat Islam harus berlaku di seluruh Indonesia untuk menuju NKRI bersyariat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kabid Bina Hukum DSI Aceh, Dr Munawar Djalil memaparkan realitas penerapan syariat Islam di Aceh.

DSI, menurutnya, sudah membuat berbagai regulasi agar syariat Islam bisa berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, kalau implementasinya berjalan lamban maka DSI yang disalahkan. Padahal, penerapan syariat Islam menjadi tanggung jawab bersama.

Realitas lainm, ujar Munawar, pelaksanaan syariat Islam di Aceh banyak tantangan dari masyarakat Aceh sendiri dan pihak luar terutama opini sisi buruk syariat Islam. Ancaman syariat Islam yang disuarakan oleh kelompok antisyariat, antara lain, syariat Islam tidak relevan dengan kondisi zaman, tidak manusiawi, fan melahirkan masyarakat tanpa dosa dan syariat Islam mengancam integrasi nasional.

“Syariat Islam tidak mengedepankan sanksi dan tidak mengancam integrasi nasional,” ujar Munawar. Habib Rizieq berada di Aceh selama dua hari. Pada Minggu (21/4) malam ia mengisi tablig akbar di Dayah Tgk Chik di Leupung, Desa Ateuk Lam Ura, Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar, dan pada tanggal 22 April 2013 mengisi tablig akbar di Bireuen. [Photo Yuswardi/ Serambi Indonesia]

Adian Husaini: Sebagai Penerus Risalah, Umat Islam Harus Tegakkan Syariat Islam

JAKARTA, Muslimdaily.net - Dr. Adian Husaini mengatakan dalam diskusi dalam Silaturahmi Ulama Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ahad (3/13), Indonesia ditegakkan oleh umat Islam dan para ulama.

Pakar Pemikiran dan Pendidikan Islam ini menegaskan bahwa para pejuang-pejuang di Indonesia mayoritas adalah para ulama yang telah melakukan perjuangan demi tegaknya syariat Islam di Indonesia.

"Mulai dari perjuangan Walisongo mengislamkan Nusantara hingga perjuangan tokoh-tokoh Islam di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) semua adalah umat Islam," katanya.

"Dalam forum BPUPKI, tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, dan Ki Bagus Hadi Kusumo berhasil memasukkan nilai-nilai Islam dalam dasar negara Pancasila. Salahnya adalah tafsir Pancasila dibajak oleh kaum sekuler," kata Ketua Program Pascasarjana Pemikiran Islam UIKA Bogor itu di hdapan ratusan hadirin.

Adian juga menyampaikan, bahwa tugas MIUMI melanjutkan dan meyempurnakan apa yang telah diperjuangan oleh tokoh-tokoh Islam sejak dulu. MIUMI diharapkan menjadi lapis baru jaringan ulama sebagai pelanjut risalah kenabian.

"Indonesia ini ditegakkan oleh umat Islam dan ulama dengan tujuan untuk tegaknya aqidah dan syariat Islam. Salah seorang pengikut dan pembantu setia Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa, Kyai Mojo dahulu bertekad untuk terus berperang melawan Belanda dengan cita-cita menegakkan aqidah dan syariat Islam," tegas Adian Husaini di hadapan ratusan hadirin.

Lebih lanjut, Adian Husaini mengimbau agar para politisi Islam seharusnya mencontoh politisi Islam masa lampau dalam hal perjuangan dan kesederhanaan.

"Mereka (politisi Islam) harus konsisten suarakan dakwah Islam & hidup dalam kezuhudan. Politisi Islam seharusnya tidak hanya mengejar harta & 'kekuasaan' semata. Mrk harus hidup zuhud dan konsisten tegakkan Syariat Islam," kata Adian Husaini.

"Sekarang, menyatakan sebagai politisi Islam tapi tidak pernah mendakwahkan syariat Islam di parlemen. Lha ini bagaimana?" tanyanya retoris.

Acara Silaturahmi Ulama yang dikemas dalam bentuk talk show yang mengangkat tema ”Implementasi Peran Ulama Sebagai Waratsatul Anbiya Dalam Ketatanegaraan Indonesia” itu menghadirkan Dr. Hamid Zarkasyi (Ketua Umum Majelis Pimpinan MIUMI), Dr. Adian Husaini (Wakil Ketua MIUMI), dan Zaitun Rasmin, MA (Wakil Ketua MIUMI) sebagai pembicara dan Fahmi Salim sebagai moderator. [mzf]

*Keterangan gambar: Adian Husaini dan Fahmi Salim

Deklarasi penegakkan syariat Islam di Indonesia telah ada 1 abad yang lalu


JAKARTA (Arrahmah.com) – Keinginan masyarakat Muslim Indonesia untuk mempunyai wilayah dan masyarakat yang ditegakkannya syariat Islam didalamnya telah dideklarasikan satu abad yang lalu. Jauh sebelum negeri ini merdeka dari penjajahan Belanda. Haji Oemar Said Tjokrominoto yang mendeklarasikan itu lewat kongres Nasional Sarekat Islam (SI), tepatnya pada tahun 1334 H atau 1916 . Dalam sejarah tercatat bahwa umat Islam yang hadir pada kongres itu berjumlah 360 ribu. Cuplikan pidato HOS Tjokroaminoto dalam pidatonya mengatakan kecintaannya akan negeri Indonesia ini dan sangat menginginkan tegaknya syariah Islam di bumi pertiwi ini. “Kami mencintai bangsa kami dengan kekuatan ajaran agama kami yaitu Islam. Kami akan lakukan yang terbaik untuk mempersatukan sebagian besar dari bangsa kita. Kita mencintai tanah ini dimana kita dilahirkan,” demikian cuplikan pidato HOS Tjokroaminoto dalam kongres SI tahun 1916. Kongres Sarekat Islam ke 3 di Bandung disebut oleh HOS Tjokroaminoto sebagai Kongres Nasional Sarekat Islam. Karena Kongres Sarekat Islam ini menuju ke arah persatuan yang teguh dari semua golongan-golongan bangsa Indonesia yang harus dibawa pada tingkat kebangsaan. Dengan jalan evolusi, berusaha mencapai pemerintahan sendiri dan ditegakkannya syariat Islam. Mr. A.K. Pringgodigdo, dalam bukunya Sedjarah Pergerakan Rakyat Indonesia, menyatakan bahwa jumlah semua anggota Sarekat Islam pada waktu tahun 1916 adalah mencapai 800.000. Selanjutnya disebutkan bahwa pada waktu kongres Nasional Sarekat Islam di Bandung dihadiri oleh 360.000 orang utusan dari berbagai daerah. Angka ini disebutkan juga oleh Drs. Tirtoprodjo,S.H. dalam bukunya Sedjarah Pergerakan Nasional Indonesia. -