Permasalahan nikah beda agama sebenarnya sudah lama difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Musyawarah Nasional II tanggal 11-17 Rajab 1400 H, bertepatan dengan tanggal 26 Mei-1 Juni 1980 M telah mengeluarkan fatwa haram perkawinan campuran atau nikah beda agama.
Saat itu ketua MUI Pusat, Buya HAMKA -rahimahullah- yang menandatangani fatwa tersebut, berikut ini selengkapnya:
PERKAWINAN CAMPURAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Majelis Ulama Indonesia dalam Musyawarah Nasional II tanggal 11-17 Rajab 1400 H, bertepatan dengan tanggal 26 Mei-1 Juni 1980 M, setelah:Mengingat :
1. Firman Allah :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى
يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ
أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ
يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ
وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ (البقرة : 221
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.” (QS. al-Baqarah [2]: 221).
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا
آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا
مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ
عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (المائدة : 5
“…(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita yangberiman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita yang diberi Al-Kitab (Ahlu Kitab) sebelum
kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di akhirat termasuk
orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah[5]:5)
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا
تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ
يَحِلُّونَ لَهُنَّ (الممتحنة : 10
“…Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi
mereka…” (QS. al-Mumtahanah [60]:10).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا (التحريم : 6
“Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. at- Tahrim[66]:6).2. Sabda Nabi Muhammad SAW
مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْإِيمَانِ ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي (رواه الطبراني
“Barangsiapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian
dari imannya, karena itu, hendaklah ia taqwa kepada Allah dalam bahagian
yang lain” (HR. Tabrani)Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Aswad bin Sura’i :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
(رواه الأسود السراعى
“Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sehingga ia
menyatakan oleh lidahnya sendiri. Maka, ibu bapaknyalah yang
menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”MEMUTUSKAN
Menfatwakan :
1. Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya
2. Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya lebih besar daripada maslahatnya, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram
Jakarta, 17 Rajab 1400 H
1 Juni 1980 M
DEWAN PIMPINAN/MUSYAWARAH NASIONAL II
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
ttd
Prof. Dr. HAMKA
Sekretaris
ttd
Drs. H. Kafrawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar